Diary 12



BUKBER



Saat bulan ramadhan tiba, dari tahun ke tahunnya undangan buka puasa bersama dari mulai teman SD, SMP, SMA, OSIS, Ekskul kabaret, silih berganti berdatangan. Buka puasa bersama bukan sekedar makan-makan bersama, tapi seringkali dijadikan ajang reunian untuk melepas rindu karena bertahun-tahun tidak pernah bertemu. Beranda jejaring sosial facebook pun dipenuhi dengan foto-foto acara buka bersama di setiap harinya.
Jika teman-teman yang lain merasa antusias dengan undangan-undangan buka bersama tersebut, lain halnya dengan Mirat, seorang mahasiswi yang sudah kuliah. Ia selalu saja merasa kebingungan mencari alasan untuk menolak ajakan teman-temannya. Bukan masalah tidak ingin ikut, tapi ibu Mirat tidak pernah mengizinkan Mirat untuk bergabung bersama teman-temannya yang lain. Mungkin, ibu Mirat mempunyai alasan tersendiri mengapa puteri sulungnya tidak diperkenankan untuk datang ke acara buka bersama yang diadakan oleh teman-temannya.

Nanti kamu shalat maghrib dimana? Shalat tarawih enggak? Tadarusan enggak? Janji pulang jam berapa? Kalau bisa buka bersama keluarga kenapa harus mendahulukan teman? Buka bersama bareng keluarga itu lebih nikmat,” ujar ibu bijak.
Ah Ibu ga asik, bilang aja enggak boleh” jawab Mirat singkat.
“Kalau sama Allah sudah dikasih segudang kemudahan, pantaskah kita masih merasa terbelenggu?”
“Tapi Bu, kan cuma setahun sekali enggak setiap hari?”
“Kamu tahu, kenapa alasan Ibu melarangmu?” Mirat menggeleng cepat.
Ibu  rasa, acara buka bersama yang akan kamu jalani lebih ke hura-hura semata. Sementara jika kamu buka puasa bersama teman-temanmu, kemudian duduk manis ketawa ketiwi di sebuah restoran apa mungkin kamu akan memikirkan perasaan ibu yang sudah bersusah payah memasakkan makanan kesukaanmu kemudian begitu saja kamu tinggalkan?
Memikirkan betapa sulitnya ayah mencari uang untuk membeli beras dan lauk pauk untuk berbuka? Apa kamu juga ingat saudara-saudaramu di luar sana yang hanya berbuka dengan seteguk air putih? Mendingan uang buat buka bersamanya disedekahkan, jadi pahala kebaikan kan?”. Dalam hati Mirat bicara, “kalau dipikir-pikir iya juga sih.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary 15

AUTOBIOGRAFI MIRAT SUSANTI

Diary 15